Rusaknya Mental Bangsa Disponsori KPI!!
Jika ada kesamaan nama, karakter, latar hanyalah fiktif
belaka….
Tulisan ini adalah respon terhadap sikap KPI mengenai
sinetron yang memiliki value lebih dibanding dengan spongebob.
Dengan menonton sinetron saat ini kita bisa memetik berbagai
petuah dan pelajaran yang bisa dijadikan pedoman hidup.
Misalnya seperti ini.
Sebenarnya mubazir uang Negara digunakan untuk memenuhi
masalah administrative KPI dengan pemikiran-pemikiran luar biasa.
Pemikiran yang jauh dari harapan pak Presiden mengenai
revolusi mental.
Tapi itulah kenyataan yang terjadi pada masyarakat kita.
Saya juga setuju bahwa tidak semua sinetron di Indonesia itu
jelek., hanya saja cukup memuakan.
Permulaan dimulai dengan sinetron si doel, ketika itu
para sineas mulai menerapkan prinsip kejar tayang.
Dampaknya, value yang harusnya bisa dipetik dari sebuah
karya sinematografi mulai terdegrarasi yang kemudian hilang.
Jika karya jelek saja sudah laris manis, buat apa susah-susah buat karya yang bagus?
Contoh pemikiran kapitalis yang tidak memikirkan nasib
generasi bangsa.
Yang jadi masalah sebenarnya adalah mental.
Bahkan orang yang sangat kaya saja masih berfikir bahwa
dia adalah rakyak kecil.
Jika dia tidak membuat atau melakukan sesuatu dalam waktu
tertentu dia merasa akan kelaparan.
Dampaknya adalah, orang-orang garis depan yang menentukan
bagaimana generasi selanjutnya akan dibentuk tidak perduli terhadap hal itu.
Disinilah kejar tayang dimulai.
Dalam beberapa kesempatan para creator sinetron dikritik
jawabanya adalah.
ini agar dapur kami mengebul
Anggaplah seperti ini.
Untuk memproduksi 1 episode sinetron dibutuhkan 500jt,
tetapi dari pemasukan iklan didapatkan 2M, sehingga mereka mulai berfikir untuk
membuat sinetron dengan banyak episode.
Semakin banyak episode, semakin banyak pula keuntungan.
Tetapi sinetron yang bagus butuh waktu, tidak mungkin 1
episode diselesaikan dalam 1 hari.
Parahnya, jika mereka berhasil membuat sinetron yang
bagus dan sudah waktunya tamat, malah mereka buat hingga beribu-ribu episode
seperti tukang ojol nak haji.
Berikut adalah data produksi biaya yang dikeluarkan oleh
stasiun televisi.
Karena para kapitalis itu haus terhadap uang, mereka
hanya mementingkan keuntungan saja, pokoknya per episode untung 2,5M.
Itulah pentingnya besyukur,
Sebenarnya para sineas bukanya tidak mampu membuat sebuah
karya yang bagus, hanya saja karena money oriented mereka yang kemudian menutup
kreativitas untuk menghasilkan karya yang memiliki value tinggi.
Jika kita perhatikan, pola sinetron Indonesia tidak lebih
dari.
“Kesenjangan kaya dan miskin kemudian menikah dan muncul
konflik”
“Tiba-tiba jadi direktur, menerima warisan, menjadi kaya
raya”
Secara tidak langsung yang ditanamkan kepada masyarakat Indonesia
adalah hasil instan tanpa kerja keras.
Pepatah mengatakan.
Kebiasaan menentukan pola fikir, pola fikir menentukan sifat, sifat menentukan masa depan
Jika kebiasan menonton hal instan tensebut, jika
dilakukan terus menerus secara tidak langsung akan tertanam dalam diri kita
tanpa kita sadari.
Berbeda halnya dengan jepang, anggaplah anime naruto,
Disana diajarkan tentang kerja keras dari orang paling
bodoh yang dibenci semua orang, kemudian kerja keras, dan menjadi hokage yang
diakui semua orang.
Atau kartun barat yang menggambarkan tentang alien dan
teknologi yang mustahil.
Itu adalah hal yang ditanamkan bahwa mereka sebenarya
bisa menciptakan hal yang mustahil.
Sebenarnya Indonesia juga menanamkan sesuatu yang luar
biasa, seperti yang sudah saya sebutkan diatas.
Bagaimana menurut kalian para smart people? Mari berdiskusi
dikomentar.
Dikala pandemi, anak2 membutuhkan hiburan yang mendidik dirumah. Tetapi, tontonan di TV semakin tidak karuan
ReplyDelete